Pernikahan
beda agama bukan fenomena baru. Mulai dari tokoh publik seperti artis
hingga masyarakat biasa banyak yang mempraktikkannya. Tapi keabsahan
perkawinan ini masih menjadi kontroversi. Ada yang bilang sah dan legal,
ada pula yang sebaliknya.
Terkait kontroversi tersebut, setidaknya ada tiga penafsiran yang
berbeda atas UU Perkawinan dalam memahami pernikahan beda agama, yaitu:
Pertama, penafsiran yang berpendapat bahwa pernikahan beda agama tidak
sah dan legal di Indonesia karena merupakan pelanggaran terhadap Pasal 2
ayat (1) jo Pasal 8 huruf f UU Perkawinan. Kedua ketentuan itu pada
intinya mengharuskan perkawinan sesuai dengan hukum agama, dimana banyak
pemuka agama yang mengatakan perkawinan beda agama tidak dapat
dibenarkan.
Pendapat kedua, pernikahan beda agama adalah sah dan dapat
dilangsungkan, karena tercakup dalam perkawinan campuran. Dengan
argumentasi pada Pasal 57 UU Perkawinan tentang perkawinan campuran yang
menitikberatkan pada perkawinan dua orang di Indonesia yang tunduk pada
hukum yang berlainan. Pengusung pendapat ini mengabaikan frasa lanjutan
dari Pasal 57 yang intinya menyatakan pelaku perkawinan campuran adalah
antara WNI dan non-WNI.
Sedangkan pendapat terakhir beranggapan bahwa pernikahan beda agama sama
sekali tidak diatur dalam UU Perkawinan. Oleh karenanya persoalan
pernikahan beda agama merujuk pada Peraturan Perkawinan Campuran stbl
1898 No. 158 yang pada intinya menyatakan bahwa perbedaan agama bukan
menjadi halangan perkawinan.
Celah hukum
Seolah mengisi kekosongan hukum, Mahkamah Agung dalam yurisprudensinya
Nomor: 1400 K/Pdt/1986, memberikan solusi hukum bagi pernikahan beda
agama dengan dapat diterima permohonannya di Kantor Catatan Sipil
sebagai satu-satunya instansi yang berwenang untuk melangsungkan
permohonan pernikahan beda agama.
Bentuk lain untuk melakukan perkawinan antar agama dilakukan dengan cara
melakukan perkawinan di luar negeri. Setelah suami isteri itu kembali
di wilayah Indonesia, maksimal dalam jangka waktu satu tahun surat bukti
perkawinan dapat didaftarkan di kantor pencatatan perkawinan tempat
tinggal mereka.
Belakangan ada pula ketentuan UU Administrasi Kependudukan yang secara
eksplisit menyebutkan bahwa pencatatan perkawinan beda agama dapat
dilakukan setelah ada penetapan pengadilan.
Konsultasikan permasalahan hukum Anda via Telp/WA: 085602249951
Komentar
Posting Komentar